Semoga ini menjadi blog terakhir yang sy buat, dan awet hingga sy tak lagi mampu membagikan cerita kehidupan di dunia ini.
Ada beberapa hal yang membuat sy kembali ke blog untuk bercerita. Beberapa waktu yang lalu, sy sempat membuat akun di kompasiana untuk bercerita. Ternyata ribet dan merasa terikat dengan tampilan kompasiana yang formil. Meski intensitas pembaca bakal meningkat.
Juga sempat bercerita (dan sampai sekarang saya lakukan) di akun instagram, sembari membagikan jepretan terbaik dari smartphone saya yang mulai tua (hehehe). Tapi kembali lagi, instagram hanyalah aplikasi sharing foto yang saya anggap jadi album masa ke masa jepretan kamera sy. Ceritapun tak akan panjang. Yes???
So, kembali ke blog. Terserah ada yang baca atau tidak, tapi akan sy baca di saat senggang suatu hari nanti.
13 Februari 2015,
Suasana rumah (kini sy tinggal bersama istri dan keluarganya) dari pagi sudah ramai. Ya, petang di tanggal tersebut, kami akan mengadakan sebuah acara. Bukan acara malam valentine seperti muda-mudi lakukan. Melainkan, sebuah acara tasyakuran genap 6 bulan putri dalam kandungan istri sy. Sebagian orang menyebut acara ini 7 bulanan, sebagian lagi menyebut acara tingkepan.
Meski dinamakan acara 7 bulanan, toh nyatanya acara ini harus dilakukan sebelum si jabang bayi berumur 7 bulan. Katanya sih, kalau sampai umur 7 bulanan belum di"tingkepi", bayinya akan lahir sebelum umur kandungan mencapai 9 bulan 10 hari (usia normal bayi dalam kandungan). Katanya loh, katanya.......
Sebagai orang Jawa yang njawani, sy dan istri ngikut apa kata orang tua / kakek nenek istri sy yang lebih paham tentang tradisi Jawa. Jadilah, acara 7 bulanan (tingkepan) ini dilaksanakan tepat usia putri kami 6 bulan dalam kandungan.
Segala persiapan dilakukan, mulai dari nyiapin macam2 bahan pangan untuk "berkatan", nyiapin "polo pendem" buat pengiring "berkatan", nyiapin kelapa gading (yang sempat bikin sy bingung nyarinya dimana), dan nyiapin yang lainnya.
Segala persiapan tersebut banyak dibantu oleh emak istri sy yg emang lebih paham. Sy sih, cukup siapin duit buat modal acaranya, hahahaha... Alhamdulillah, persiapan tak kurang apapun.
Acara dimulai pukul 16.30 WIB, lebih sore karena sehabis magrib ada acara lain yang menanti para warga di lingkungan rumah kami. Berbeda dengan acara tahlilan atau "kenduren" yang biasanya. Acara tingkepan ternyata ada kegiatan unik saat menyambut tamu yang datang. Kalau biasanya tamu yang datang disambut dan dipersilakan lewat pintu depan rumah, di acara tingkepan ini para tamu malah disuruh lewat pintu belakang rumah sembari membawa bahan makanan yang telah kami siapkan, yang nantinya akan dibagikan saat acara selesai. Tak hanya itu, setelah menaruh bahan makanan tersebut, sang tamu diwajibkan keluar rumah kami dulu lewat pintu depan rumah, lalu kembali lagi masuk ke dalam rumah. Artinya opo?? Ben nyapo?? Saya tak akan membagikan jawaban, karena sy juga gak tau jawabannya. Hahaha...
Acara pertama, seperti acara kenduren biasanya. Sesepuh membaca bacaan yang mirip bacaan dalang sutradara wayang. Panjang, dan bagi kami mungkin gak mampu melafalkannya..
Setelah itu, pembacaan doa, lalu membagi-bagikan bahan makanan yang tadi dibawa masuk oleh sang tamu.
Sang tamu diperbolehkan pulang setelah pembagian makanan selesai, meski tak semua tamu mau pulang karena ingin mengikuti acara berikutnya.
Acara berikutnya menjadi acara yang bikin jantung sy degup2 kencang, "belah kelapa". Kelapa gading yang telah kami siapkan harus dibelah dengan sebuah golok. Tanpa ancang-ancang, dan wajib satu sabetan..."Braaakkkkk!!!!"
Bila sabetan tersebut tepat membelah kelapa pas di tengah2nya maka prediksi bayi kami adalah cowok. Tapi kalo melenceng?? berarti bayi kami cewek. Entah saya yang memang gak punya bakat belah membelah, atau memang takdir si kelapa yang terbelah melenceng. Belahan kelapa gading yang saya sabet ternyata melenceng. Apakah anak saya cewek??? Waaaahhhh... Senangnya, semoga deh.
Acara belah duren kelapa gading
Belahan kelapa melenceng. Anakku cewek??? :D
Mandi kembang
Basah-basahan pake banyu kembang selesai. Saatnya istri sy jualan rujak. Whatttt??? Ngapain jualan rujak segala. Katanya sih, rasa rujak itu sendiri akan melambangkan jenis kelamin janin yang dikandung seorang istri. Kalau rasa rujak itu sedap, berarti bayi yang dikandung seorang cewek. Tapi sebaliknya, bila rujak tersebut rasanya gak enak alias masam, artinya bayi yang dikandung adalah cowok. Percaya??? Gak tau sih, yang penting bayi yang dikandung istri selamat. Amiiin...
Jual Rujak.. Segelas 50 ribu :D
Acara jual rujak ini mirip jual beli rujak dalam artian sebenarnya. Bila ada orang/keluarga yang mau mencicipi rujak yang dijual istri sy, harus membayar dengan uang. 1000,2000,50ribu juga boleh hahahaha. Bahkan sy pun juga harus mbayar kalo mau mencicipi rujak tersebut. ;(
Sebenarnya masih banyak acara yang harusnya kami lakukan. Tapi berhunbung keterbatasan biaya dan waktu, hanya acara-acara tersebutlah yang kami lakukan. Toh kakek dan nenek istri sy juga sudah merasa cukup dengan acara yang kami lakukan di 7 bulanan putri kami.
Senang rasanya acara berjalan dengan lancar meski dibalut dengan sebuah kesederhanaan khas kami. Paling tidak, kami sudah pernah melakukan sebuah tradisi yang mulai asing di mata teman2 yang berjiwa modern. Semoga kami bisa menjumpai acara ini lagi di waktu mendatang, di 7 bualanan cucu kami nantinya, Amiin. Karena acara tingkepan (7 bulanan) ini, hanya dilakukan pada kehamilan putra-putri pertama. :)
NB : beberapa hari setelah acara tersebut, kami konsultasi ke sebuah RS Ibu dan Anak di Kediri. Test USG untuk memeriksa kondisi janin di dalam perut istri sy. Dan uniknya, dokter sempat berkata bahwa bayi dalam perut istri adalah cewek. Wah suatu kebetulan atau memang sesuai dengan pertanda di acara tingkepan kemarin ya???




Tidak ada komentar:
Posting Komentar