Pages

Rabu, 29 April 2015

Kisah Kecil, Lahirnya Si Kecil

               
              Rencana Tuhan lebih indah daripada rencana makhlukNya. Sebuah kata-kata mutiara yang saya selalu percaya dan pegang untuk prinsip kehidupan saya. Selain sebagai penyemangat di kala jatuh, juga sebagai pengingat saat kita lagi suka cita.
                Jum’at, 17 April 2015, di kala jam senggang kerja (sekitaran jam 9 pagi) saya terlibat percakapan maya dengan seorang sepupu yang kini menetap di Jogja. Percakapan yang berawal dari tegur sapa dilanjut dengan saling menanyakan kabar kehamilan istri dan adik dari sepupu saya.
                “Mbak Al, kapan melahirkan, Mbak??” ketik saya.
                “Akhir bulan ini, Jib. Istri kapan HPLnya?” balas Mbak Ar.
                “Pertengahan Mei, Mbak.”
                “Wah, bulan depan berarti??”
                Saya termenung sejenak. Bulan depan. Wah cepat banget rasanya. Padahal kalau dihitung secara hati, bukan akal, baru kemarin saya jomblo, pacaran, menikah, eh sekarang mau punya anak. Bulan depan!!!

                Segala persiapan menanti kelahiran buah hati saya sebenarnya sudah hampir 90%. Mulai dari hal yang sederhana nan kasat mata seperti pakaian, perlengkapan mandi, perlengkapan tidur sampai hal rumit nan memusingkan kepala seperti RS tempat bersalin, biaya, hingga nama yang nanti dituliskan di akta kelahirannya. Semua sudah siap, mungkin hanya bersih-bersih kamar, sama persiapan menemani kelahiran saja yang belum full siap. Ya kan, wong saya alergi liat darah. Suka geblak-geblak sendiri (baca aja pingsan).
                Siangnya, saya pulang ke rumah untuk persiapan Sholat Jumat. Tak ada yang beda dari Jumat-Jumat sebelumnya. Hanya sesaat sebelum berangkat ke masjid, tiba-tiba istri nyelenuk bilang :
                “Pah, aku kayake mau ngelahirkan deh!!”
                Dieng!!!! Saya tidak mengeluarkan sepatah kata apapun. Belum, bahkan tidak percaya sama sekali dengan celenukan istri saya.
                “Tadi ngeluarin lendir sama darah, kata Budhe itu tanda-tanda mau ngelahirkan.”
                “Wah-wah apa-apaan ini. Padahal seminggu lalu saya mengantar USG ke Dr. Benny (Aura Syifa 1), katanya juga pertengahan Mei lahirnya. Lha kok masih 8 bulan udah mau ngelahirkan aja. Pasti itu tanda-tanda palsu kayak alamatnya Ayu TingTing.” umpat saya dalam hati.
                Jujur, saya ndak khusuk buat Sholat Jumat hari itu. Masih mikir, kok bisa mau ngelahirkan ndak kompromi gini. Kamar saya belum dibersihkan dari sarang-sarang Spiderman, juga belum tatak kalo ngelihat darah yang keluar dari pangkal paha istri saya bersamaan dengan keluarnya jabang bayi. Saya ini aneh, wong mau ketemu anaknya kok malah gak terima gini. Wah gak bener.
                Di akhir wiridan Jumat, saya berdoa :
                “Ya Allah, bila emang anakku Engkau lahirkan secepat ini, semoga dia juga menjadi anak yang cepat pinter, cepet nyantolan, juga cepat membanggakan orang tua juga keluarganya kelak.”
                Selepas Jumatan, saya mengantar istri ke Bidan Desa. Biar gak bingung, ngerti nggenahe. Karena saya paling anti kalo ndak ngerti genahe, entah lagi sakit atau lagi apapun itu. Lebih baik mencari kebenaran dibandingkan terus menggalau tanpa arah jalan pulang.
                Hasil penerawangan Bidan Desa adalah negatif “mbukak” (istilah yang sering dipakai untuk orang melahirkan). Bidan bilang itu bisa saja tanda-tanda palsu, atau juga bisa benar. Lah piye toh?? Bidannya ternyata juga ndak ngerti genahe. Padahal saya datang ke beliau biar ngerti nggenahe lha kok orangnya juga malah bikin saya dan istri jadi makin menggalau tanpa arah jalan pulang. Bidan hanya menyarankan untuk menunggu tanda-tanda berikutnya, juga memberikan Surat Rujukan ke RS apabila sewaktu-waktu istri saya mengalami “mbukak”. Walah.
                Setelah dari Bidan, saya sempat mengobrol ringan dengan istri, menanyakan siap apa belum melahirkan lebih cepat 1 bulan dari perkiraan. Istri bilang siap, saya juga otomatis kudu siap. Masak suami kalah tatak sama istri. Isin Lha Yauu. Kita juga kudu siap dengan segala bentuk kiasan negatif yang nantinya keluar dari mulut-mulut orang yang selalu negatif ke kita. Bah diomongne, metheng disek yo?? Nyicel disek yo, kok wes lair?? Biarlah! Toh hanya kita dan Tuhan yang tau cerita sebenarnya. Juga sudah ada bukti otentik dari Bidan dan Dr. Benny bahwasanya usia kehamilan masih 8 bulan, bulan ini.
                Sabtu pagi hingga petang, tak ada tanda-tanda yang muncul lagi dari rahim istri. Saya semakin percaya kalo lendir dan darah kemarin hanyalah tanda-tanda palsu. PHP tok, gak usah direken!! Istri juga percaya. Bahkan, malamnya saya juga sempat futsal pulang jam 1 pagi. Istri juga begadang liat uji nyali di tipi sampai jam 2 pagi.
                Namanya PHP, pasti kadang bisa bener kadang bisa salah. Nyatanya, sabtu tanda tersebut gak muncul, eh minggu sewaktu bangun pagi, istri mengalami tanda-tanda melahirkan kembali. Lendir dirasa seperti pipis yang keluar sendiri dari rahim. Saya pun langsung dibangunkan untuk 5 menit kemudian dalam perjalanan menuju RS. Aura Syifa 1. Walah.
                Dalam pemeriksaan beberapa suster jaga yang kelihatan judes walau cantik, istri saya ternyata udah mbukak 1, otomatis harus segera dipersiapkan kelahiran buah hati saya. Waduh, kadung tadi berangkat ke RS gak bawa apa-apa, cuma baju yang nempel di pakaian, sama tas kecil yang buat adah koran ae gak sedeng. Berhubung kamar bersalin di RS Aura Syifa 1 penuh, maka istri (yang sudah dikasih infus) dipindahkan ke RS Aura Syifa 2. Bersyukurlah, lebih dekat dengan rumah soalnya.
                Hari pertama di RS (Minggu 19 April 2015), istri mulai mengalami kontraksi yang bikin kita kadang gak tega ngeliat. Sakit banget katanya, kayak orang delepen tapi lebih sakit. Saya gak bisa membayangkan, lha wong delepen aja saya gak pernah ngalami. Sampai malam, ternyata tak ada perkembangan berarti, istri tetap mbukak di level 1, padahal harus sampai level 10 buat persalinan.
                Hari kedua (Senin, 20 April 2015), pagi hari setelah diperiksa oleh suster jaga, ternyata masih di level 1. Suster tersebut bahkan sempat mengultimatum istri saya.
                “Mbak, kalau nanti siang tetep mbukak 1. Mbak lebih baik pulang ke rumah, ditunggu dan ditahan 2 minggu lagi. Karena bayinya masih prematur.”
                Ediaaannn…
                “Lha wong sakite kayak gini, kok disuruh ngempet 2 minggu” batin istri saya.
                Betul kata Nabi Muhammad, doa yang paling cepat dikabulkan Allah adalah doa orang yang sedang kesakitan. Buktinya, beberapa menit setelah suster tersebut mengultimatum istri saya, eh air ketuban istri pecah. Otomatis proses persalinan tak bisa lagi di empet selama 2 minggu, ya kudu secepatnya. Istri juga semakin kesakitan saat kontraksi. Sabar ya Mah, aku selalu setia disampingmu.
                Akhir dari petualangan (baca kesakitan) istri di hari kedua adalah mbukak di level 3 pada malam hari. Saya sudah ndak bisa, juga tega buat tidur nyenyak di samping ranjang istri. Hanya sibuk ngelus-ngelus rambut istri seraya terus mengucap takbir di saat dia berteriak kesakitan.
                Hari ketiga (Selasa, 21 April 2015). Subuh saya pulang ke rumah, mencuci jarik istri yang sudah kotor. Di akhir wiridan Subuh saya kembali berdoa, agar dilancarkan semua proses persalinan istri saya di hari ini. Jujur hati saya mulai rapuh, melihat betapa sakitnya istri di saat kontraksi selama 2 hari terakhir.
                Sekembalinya dari rumah menuju RS tempat istri menginap, kabar baik saya terima. Istri sudah mbukak di level 6 pada pukul 8 pagi, dilanjut mbukak di level 8 dua jam kemudian. Alhamdulillah.
                Sejurus kemudian, saya dipanggil dokter untuk tanda tangan surat persetujuan diberikannya infus perangsang. Katanya sih untuk mempercepat proses persalinan, meski sebenarnya banyak orang bilang malah mempersakit saat kontraksi. Saya tanda tangani surat tersebut, karena saya lebih memilih suakit banget tapi ndang bar, daripada sakite alon-alon tapi suwi eram.
                Jam 1 siang, genap sudah level pembukaan pada rahim istri saya. Persiapan proses persalinan segera dilakukan. Termasuk kesiapan tatake ati, siap-siap melihat darah keluar dari rahim, disambung dengan tangisan bayi saya nantinya. Saya kemudian bersugesti, darah adalah saos bakso, darah adalah saos bakso, agar saya ndak nggeblak waktu liat darah ntar.
                Proses persalinan berlangsung hampir 1 setengah jam. Kendala besarnya bayi dan kecilnya rahim istri membuat proses persalinan berjalan lebih lama. Alhamdulillah, berkat bantuan 3 suster jaga dan doa-doa dari beberapa keluarga yang menanti di luar ruangan, bayi kecil berjenis kelamin perempuan keluar dari rahim istri saya tepat jam 14.40 waktu RS. Aura Syifa. Tak ada darah yang menempel, melainkan putih-putih yang ternyata lemak yang menempel di badan bayi mungil kami. Alhamdulillah, yang penting istri dan bayi menjalani proses persalinan dengan selamat dan lancar.
                Setelah mengumandangkan adzan dan iqomah di telinga kecil bayi, saya berjalan ke arah istri yang terengah-engah. Sebuah kecupan kecil di keningnya saya berikan, sebagai tanda selamat dan syukur yang dalam. Hanya itulah yang saya berikan untuk istri yang sudah mengalami sakit yang hebat dalam 3 hari berturut-turut. Selain dukungan juga kehadiran saya di sisinya tentunya.
                Seminggu kemudian, tepat hari ini saya menulis kisah kecil ini. Saya tak pernah berhenti bersyukur setiap selesai sholat, atas segala karunia dan nikmat yang diberikan olehNya. Dr. Benny, sewaktu kontrol keadaan bayi dan istri saya sempat berkata :
                “Beruntung lahirnya prematur, karena bobot dan apa yang dibawa oleh sang bayi sudah matang dan siap. Andai lahirnya tepat sembilan bulan seperti perkiraan, bisa saja malah operasi, karena secara ilmiah, keadaan bayi sudah terlampau matang, bobot pun kemungkinan bertambah, dan itu bisa membahayakan sang ibu bayi.”
                Saya hanya bisa menghela nafas panjang. Sungguh rencana Tuhan tak pernah mampu dijangkau oleh makhlukNya. Rencana Tuhan yang jauh lebih baik dan indah, serta harus kita syukuri untuk hikmahnya.
                Saya kemudian dan selamanya akan bersyukur dengan kehidupan ini, entah di saat suka maupun duka. Dalam keadaan yang menyenangkan maupun tertekan oleh masalah. Karena Tuhan pasti punya rencana terbaik bagi siapapun makhlukNya.
                And last… Selamat datang putriku, NAFILA SHIDQIA VINAJIBA di kehidupan dunia ini. Akan banyak cerita yang kamu dan kita lalui. Dan semoga segala cita yang tak pernah diraih papa dan mamamu bisa kamu capai, Nak!! Semoga beberapa tahun mendatang, kamu mau dan mampu tersenyum membaca kisah kelahiranmu ini,Nak!!

Kediri, 29 April 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar